Selasa, 25 Desember 2012

GITA SWARA FM:

“LPM” Akankah Menjadi Pajangan?

24 Desember 12 | 06:14
Oleh : M. Syairi - suarakomunitas

Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) yang dirumuskan dalam Tap MPR NO.IV /MPR/1999 tentang GBHN dan UU no.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa, tampaknya hanya menjadi sebuah pajangan belaka di setiap kantor desa, karena kesejahteraan para pengurus pemberdaya ini tidak pernah mendapat perhatian dari pemerintah, baik kabupaten, provinsi ataupun pemerintah pusat.
Padahal landasan hukum dibentuknya LPM sudah jelas yaitu ndang-undang no.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa, Undang-undang no.25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, Keputusan Presiden Republik Indonesia no.49 tahun 2001 tentang Penataan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa atau sebutan lain. Keputusan Menteri Dalam Negeri no.64 tahun 1999 tentang Pedoman Pengaturan Mengenai Desa.
Tujuan dibentuknya LPM, meningkatnya kesadaran masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di dalam wadah negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945; Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendali pembangunan; Meningkatnya kemampuan masyarakat sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) untuk mengolah dan memanfaatkan potensi Sumber Daya Alam (SDA) terutama dalam bidang Agrobisnis dan Pariwisata; Meningkatnya ekonomi kerakyatan dalam upaya pengentasan kemiskinan.
Jika dilihat tugas dan fungsi LPM secara umum yaitu membina Kader Pembangunan Masyarakat (KPM) sebagai tenaga penggerak pembangunan yang dinamis yang difungsikan dalam kepengurusan LPM. Dari tufoksi ini, selayaknya Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Lombok Utara, memberikan perhatian khusus kepada LPM yang sudah dibentuk di setiap desa, yang bukan saja peningkatan sumber daya pengurusnya, tapi juga kesejahteraannya.
Selama ini, LPM yang ada di KLU seolah-olah dianaktirikan, baik dalam soal pembinaan ataupun kesejahteraannya. Ini sangat jauh berbeda bila kita bandingkan perhatian pemerintah terhadap lembaga-lembaga lain yang ada di di desa, seperti BPD, PKK dan lembaga lainnya yang memiliki dana oprasional yang dianggarkan dari Dana Alokasi Desa (ADD). Sementara LPM hanya diberikan dana pelatihan yang kisarannya hanya tidak lebih Rp. 1,5 juta.
Tak heran, bila ada pengurus LPM ditingkat desa minta agar lembaga yang bertugas melakukan pemberdayaan dan perencanaan pembangunan ditingkat desa itu “dibubarkan saja”. Sebab sehebat apapun seseorang melakukan pemberdayaan dan perencanaan, bila kesejahteraannya tidak diperhatikan, maka tentu hasilnya tidak akan maksimal. Intinya: “Kesejahteraan LPM di KLU Perlu di Perhatikan dan jangan dianaktirikan”.

0 komentar:

Posting Komentar