Minggu, 07 September 2014

GITA SWARA FM:

     
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid

                       TGKH M. Zainuddin Abdul Majid

                                             
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid merupakan tokoh ulama paling terkenal
di NTB. Di masyarakat, umumnya di kenal dengan sebutan Bapak Tuan Guru
Kiyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid dan biasanya di depan namanya
ditaruhkan gelar Maulana al-Syaikh Tuan Guru Kyai Hajji Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid.


Dilahirkan  di Kampung Bermi, Pancor Lombok Timur Nusa Tenggara Barat
pada tanggal 17 Rabiul Awwal 1316 Hijriah atau pada tanggal 5 Agustus
1898 Masehi. Ayahnya bernama  Tuan Guru Haji Abdul Madjid dan ibundanya 
bernama Hajjah Halimah al-Sa’diyah.


Pengembaraan TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid menuntut ilmu
pengetahuan berawal dari pendidikan dalam keluarga, yakni dengan belajar
mengaji dan berbagai ilmu agama  lainnya, yang diajarkan langsung oleh
ayahnya,  sejak berusia 5 tahun.


Setelah berusia 9 tahun, ia memasuki pendidikan formal  Sekolah
Rakyat Negara, hingga tahun 1919 M. Setelah menamatkan pendidikan
formalnya, kemudian  menuntut ilmu agama yang lebih luas dari beberapa
Tuan Guru lokal, antara lain TGH. Syarafudin dan TGH. Muhammad Sa’id
dari Pancor serta Tuan Guru Abdullah bin Amaq Dulaji dari desa Kelayu,
Lombok Timur.


Untuk lebih memperdalam ilmu agama, Muhammad Zainuddin berangkat
menuntut ilmu ke Mekah diantar kedua orang tuanya, tiga orang, kemenakan
dan beberapa orang keluarga, termasuk pula TGH. Syarafuddin.


Pada saat itu beliau berusia 15 tahun, yaitu menjelang musim Haji
tahun 1341 H/1923 M. Sesampai di Tanah Suci, TGKH. Muhammad Zainuddin
Abdul Madjid langsung mencari rumah kontrakan di Suqullail, Mekah.


Setelah musim Haji usai, TGH. Abd. Madjid mulai sibuk mencarikan guru
buat anaknya. Sampailah pencarian TGH. Abd. Madjid pada sebuah halaqah.
Syaikh yang mengajar di lingkaran tersebut bernama Syaikh Marzuki,
seorang keturunan Arab kelahiran Palembang yang sudah lama mengajar
mengaji di Masjid Haram, yang saat itu berusia sekitar 50 tahun.
Disanalah TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid diserahkan untuk
belajar.


Selain itu juga sempat belajar ilmu sastra pada ahli syair terkenal
di Mekah, yakni Syaikh Muhammad Amin al-Kutbi dan pada saat itu
berkenalan dengan Sayyid Muhsin Al-Palembani, seorang keturunan Arab
kelahiran Palembang yang kemudian menjadi guru beliau di Madrasah
al-Shaulatiyah.


Ketika ayah TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid pulang ke Lombok,
ia langsung berhenti belajar mengaji pada Syaikh Marzuki, karena ia
merasa tidak banyak mengalami perkembangan yang berarti dalam menuntut
ilmu selama ini. Namun, ia belum sempat mencari guru, terjadi perang
saudara antara kekuasaan Syarif Husein dengan golongan Wahabi.


Dua tahun setelah terjadinya huru hara tersebut, Muhammad Zainuddin
Abdul Madjid muda berkenalan dengan seseorang yang bernama Haji Mawardi
dari Jakarta. Dari perkenalannya itu ia diajak masuk belajar di madrasah
al-Shaulatiyah, yang saat itu dipimpin oleh Syaikh Salim Rahmatullah.
Pada hari pertama masuknya ia bertemu dengan Syaikh Hasan Muhammad
al-Masysyath.


Madrasah al-Shaulatiyah adalah madrasah pertama sebagai permulaan
sejarah baru dalam pendidikan di Arab Saudi. Madrasah ini sangat
legendaris, gaungnya telah menggema di seluruh dunia dan telah
menghasilkan banyak ulama-ulama besar dunia. TGKH. Muhammad Zainuddin
masuk Madrasah al-Shaulatiyah pada tahun 1345 H (1927 M) yang waktu
dipimpin (Mudir/Direktur), Syaikh Salim Rahmatullah yang merupakan cucu
pendiri Madrasah al-Shaulatiyah.


Sudah menjadi tradisi bahwa setiap thullab yang masuk di Madrasah
Al-Shaulatiyah harus mengikuti tes masuk untuk menentukan kelas yang
cocok bagi thullab. Demikian pula dengan TGKH. Muhammad Zainuddin, juga
ditest terlebih dahulu. Secara kebetulan diuji langsung oleh Direktur
al-Shaulatiyah sendiri, Syaikh Salim Rahmatullah dan Syaikh Hasan
Muhammad al-Masysyath.


Hasil test menentukan di kelas 3. mendengar keputusan itu, TGKH.
Muhammad Zainuddin minta diperkenankan masuk kelas 2 dengan alasan ingin
mendalam mata pelajaran ilmu Nahwu dan Sharaf. Semula Syaikh Hasan
bersikeras agar TGKH. Muhammad Zainuddin masuk kelas 3, tetapi pada
akhirnya melunak dan mengabulkan permohonan untuk masuk kelas 2 dan
sejak itu TGKH. Muhammad Zainuddin secara resmi masuk Madrasah
al-Shaulatiyah mulai dari kelas 2.


Prestasi akademiknya sangat istimewa. Beliau berhasil meraih
peringkat pertama dan juara umum. Dengan kecerdasan yang luar biasa,
TGKH. Muhammad Zainuddin berhasil menyelesaikan studi dalam waktu hanya 6
tahun, padahal normalnya adalah 9 tahun. Dari kelas 2, diloncatkan ke
kelas 4, kemudian loncat kelas lagi dari kelas 4 ke kelas 6, kemudian
pada tahun-tahun berikutnya naik kelas 7, 8 dan 9.


Predikat istimewa ini disertai pula dengan perlakuan istimewa dari
Madrasah Al-Shaulatiyah. Ijazahnya ditulis langsung oleh ahli khat
terkenal di Mekah, yaitu Al-Khathath al-Syaikh Dawud al-Rumani atas usul
dari direktur Madrasah al-Shaulatiyah. Prestasi istimewa itu memerlukan
pengorbanan, ibu yang selalu mendampingi selama belajar di Madrasah
al-Shaulatiyah berpulang ke rahmatullah di Mekah. Maulana al-Syaikh
TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid menyelesaikan studi di Madrasah
al-Shaulatiyah pada tanggal 22 Dzulhijjah 1353 H dengan predikat
“mumtaz” (Summa Cumlaude).


Setelah tamat dari Madrasah al-Shaulatiyah, tidak langsung pulang ke
Lombok, tetapi bermukim lagi di Mekah selama dua tahun sambil menunggu
adiknya yang masih belajar, yaitu Haji Muhammad Faisal. Waktu dua tahun
itu dimanfaatkan untuk belajar antara lain belajar ilmu fiqh kepada
Syaikh Abdul Hamid Abdullah al-Yamani. Dengan demikian, waktu belajar
yang ditempuh selama di Tanah Suci Mekah adalah 13 kali musim haji atau
kurang lebih 12 tahun. Ini berarti selama di Mekah sempat mengerjakan
ibadah haji sebanyak 13 kali.


Setelah selesai menuntut ilmu di Mekah dan kembali ke tanah air,
TGKH. Muhammad Zainuddin langsung melakukan safari dakwah ke berbagai
lokasi di pulau Lombok, sehingga dikenal secara luas oleh masyarakat.
Pada waktu itu masyarakat menyebutnya ‘Tuan Guru Bajang’. Semula,
pada tahun 1934 mendirikan pesantren al-Mujahidin sebagai tempat
pemuda-pemuda Sasak mempelajari agama dan selanjutnya pada tanggal 15
Jumadil Akhir 1356 H/22 Agustus 1937 mendirikan Nahdlatul Wathan Diniyah
Islamiyah (NWDI) dan menamatkan santri (murid) pertama kali pada tahun
ajaran 1940/1941.


TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid belajar di Tanah Suci Mekah
selama 13 tahun kemudian kembali ke Indonesia atas perintah dari guru
beliau yang paling di kagumi, yakni Syaikh Hasan Muhammad al-Masysyath,
pada tahun 1934. Setiba di Pulau Lombok beliau mendirikan Sekembali dari
Tanah Suci Mekah ke Indonesia mula-mula beliau mendirikan pesantren
al-Mujahidin pada tahun 1934 M.


kemudian pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1356 H/22 Agustus 1937 M.
beliau mendirikan Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI).
Madrasah ini khusus untuk mendidik kaum pria. Kemudian pada tanggal 15
Rabiul Akhir 1362 H/21 April 1943 M. beliau mendirikan madrasah
Nahdlatul Banat Diniah Islamiyah (NBDI) khusus untuk kaum wanita.


Kedua madrasah ini merupakan madrasah pertama di Pulau Lombok yang
terus berkembang dan merupakan cikal bakal dari semua madrasah yang
bernaung di bawah organisasi Nahdlatul Wathan. Dan secara khusus nama
madrasah tersebut diabadikan menjadi nama pondok pesantren ‘Dar al-Nahdlatain Nahdlatul Wathan’. Istilah ‘Nahdlatain’ diambil dari kedua madrasah tersebut. Beliau aktif berdakwah keliling desa di Pulau Lombok dan mengajar.


Pada tahun 1952, madrasah-madrasah cabang NWDI-NBDI yang didirikan
oleh para alumni di berbagai daerah telah berjumlah 66 buah. Maka untuk
mengkoordinir, membina dan mengembangkan madrasah-madrasah cabang
tersebut beserta seluruh amal usahanya, al-Mukarram Maulana al-Syaikh
TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mendirikan organisasi Nahdlatul
Wathan yang bergerak di dalam bidang pendidikan, sosial dan dakwah
islamiyah pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1372 H/1 Maret 1953 M.


sampai dengan tahun 1997 ini lembaga-lembaga pendidikan yang dikelola
oleh Organisasi Nahdlatul Wathan telah berjumlah 747 buah dari tingkat
taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi, begitu juga lembaga
sosial dan dakwah islamiyah Nahdlatul Wathan berkembang dengan pesat
bukan hanya di NTB melainkan juga diberbagai daerah di Indonesia seperti
NTT, Bali, Jawa Timur, Jawa Barat, DKI Jakarta, Riau, Sulawesi,
Kalimantan, bahkan sampai ke mancanegara seperti Malaysia, Singapura,
Brunei Darussalam, dan lain sebagainya.


Pada zaman penjajahan, al-Mukarram Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid juga menjadikan madrasah NWDI dan NBDI sebagai
pusat pergerakan kemerdekaan, tempat menggembleng patriot-patriot bangsa
yang siap bertempur melawan dan mengusir penjajah. Bahkan secara khusus
al-Mukarram Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid
bersama guru-guru Madrasah NWDI-NBDI membentuk suatu gerakan yang diberi
nama “Gerakan al-Mujahidin”.


Gerakan al-Mujahidin ini bergabung dengan gerakan-gerakan rakyat
lainnya di Pulau Lombok untuk bersama-sama membela dan mempertahankan
kemerdekaan dan keutuhan Bangsa Indonesia. Dan pada tanggal 7 Juli 1946,
TGH. Muhammad Faizal Abdul Majid adik kandung Maulana al-Syaikh TGKH.
Muhammad Zainuddin Abdul Madjid memimpin penyerbuan tanksi militer NICA
di Selong. Namun, dalam penyerbuan ini gugurlah TGH. Muhammad Faisal
Abdul Madjid bersama dua orang santri NWDI sebagai Syuhada’ sekaligus
sebagai pencipta dan penghias Taman Makam Pahlawan Rinjani Selong,
Lombok Timur.


Al Mukkarram Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid
sebagai ulama’ pemimpin umat, dalam kehidupan bermasyarakt dan berbangsa
telah mengemban berbagai jabatan dan menanamkan berbagai jasa
pengabdian, di antaranya :


  • Pada tahun 1934 mendirikan pesantren al-Mujahidin
  • Pada tahun 1937 mendirikan Madrasah NWDI
  • Pada tahun 1943 mendirikan madrasah NBDI
  • Pada tahun 1945 pelopor kemerdekaan RI untuk daerah Lombok
  • Pada tahun 1946 pelopor penggempuran NICA di Selong Lombok Timur
  • Pada tahun 1947/1948 menjadi Amirul Haji dari Negara Indonesia Timur
  • Pada tahun 1948/1949 menjadi anggota Delegasi Negara Indonesia Timur ke Arab Saudi
  • Pada tahun 1950 Konsulat NU Sunda Kecil
  • Pada tahun 1952 Ketua Badan Penaseha Masyumi Daerah Lombok
  • Pada tahun 1953 mendirikan Organisasi Nahdlatul Wathan
  • Pada tahun1953 Ketua Umum PBNW Pertama
  • Pada tahun 1953 merestui terbentuknya parti NU dan PSII di Lombok
  • Pada tahun 1954 merestui terbentuknya PERTI Cang Lombok
  • Pada tahun 1955 menjadi anggota Konstituante RI hasil Pemilu I (1955)
  • Pada tahun 1964 mendiriakn Akademi Paedagogik NW
  • Pada tahun 1964 menjadi peserta KIAA (Konferensi Islam Asia Afrika) di Bandung
  • Pada Tahun 1965 mendirikan Ma’had Dar al-Qu’an wa al-Hadits al-Majidiyah Asy-Syafi’iyah Nahdlatul Wathan
  • Pada tahun 1972-1982 sebagai anggota MPR RI hasil pemilu II dan III
  • Pada tahun 1971-1982 sebagai penasihat Majlis Ulama’ Indonesia (MUI) Pusat
  • Pada tahun 1974 mendirikan Ma’had li al-Banat
  • Pada Tahun 1975 Ketua Penasihat Bidang Syara’ Rumah Sakit Islam Siti Hajar Mataram (sampai 1997)
  • Pada tahun 1977 mendirikan Universitas Hamzanwadi
  • Pada tahun 1977 menjadi Rektor Universitas Hamzanwadi
  • Pada tahun 1977 mendirikan Fakultas Tarbiyah Universitas Hamzanwadi
  • Pada tahun 1978 mendirikan STKIP Hamzanwadi
  • Pada tahun 1978 mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah Hamzanwadi
  • Pada tahun 1982 mendirikan Yayasan Pendidikan Hamzanwadi
  • Pada tahun 1987 mendirikan Universitas Nahdlatul Wathan Mataram
  • Pada tahun 1987 mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Hamzanwadi
  • Pada tahun 1990 mendirikan Sekolah Tinggi Ilamu Dakwah Hamzanwadi
  • Pada tahun 1994 mendirikan Madrasah Aliyah Keagamaan putra-putri
  • Pada tahun 1996 mendirikan Institut Agama Islam Hamzanwadi
Oleh karena jasa-jasa beliau itulah, maka pada tahun 1995 belau
dianugerahi Piagam Penghargaan dan medali Pejuang Pembangunan oleh
pemerintah. Disamping itu, al-Mukarram Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid selaku seorang mujahid selalu berupaya mengadakan
inovasi dalam gerakan perjuangannya untuk meningkatkan kesejahteraan
ummat demi kebahagian di dunia maupun di akhirat.


Di antara inovasi/rintisa-rintisan beliau adalah menyelenggarakan
pendidikan dan pengajaran agama Islam di NTB dengan sistem madrasi,
membuka lembaga pendidikan khusus untuk wanita, mengadakan ziarah umum
Idul Fitri dan Idul Adha dengan mendatangai jamaah di samping didatangi,
meyelenggarakan pengajian umum secara bebas, mengadakan gerakan doa
dengan berhizib, mengadakan syafa’at al-kubro, menciptakan
tariqat, yakni tariqat Hizib Nahdlatul Wathan, membuka sekolah umum
disamping sekolah agama (madrasah), menyusun nazam berbahasa Arab
bercampur bahasa Indonesia, dan lain-alin.


Sebagai seorang Ulama’ mujahid beliau telah memberikan keteladanan
yang terpuji. Seluruh sisi kehidupan beliau, beliau isi dengan
perjuangan memajukan agama, nusa dan bangsa. Tegasnya, tiada hari tanpa
perjuangan. Itulah yang senantiasa terlihat dan terkesan dari seluruh
sisi kehidupan beliau yang patut dicontoh dan diteladani oleh seluruh
pengikut dan murid beliau.

0 komentar:

Posting Komentar