Kamis, 21 November 2013

GITA SWARA FM

DEFINISI KOMUNIKASI PEMASARAN



Terence A. Shimp (2003: 4) mendefinisikan ”Komunikasi pemasaran adalah aspek penting dalam keseluruhan  misi pemasaran serta penentu suksesnya pemasaran”. Komunikasi pemasaran juga dapat dipahami dengan menguraikan dua unsur pokoknya, yaitu komunikasi dan pemasaran. Komunikasi adalah proses pemikiran dan pemahaman yang disampaikan antar individu atau antara organisasi dengan individu.

Pemasaran adalah sekumpulan kegiatan dimana perusahaan dan organisasi lainnya mentransfer nilai-nilai (pertukaran) antara mereka dengan pelanggannya. Komunikasi pemasaran adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh pembeli dan penjual. Selain itu juga merupakan kegiatan yang membantu dalam pengambilan keputusan di bidang pemasaran serta mengarahkan pertukaran agar lebih memuaskan dengan cara menyadarkan semua pihak untuk berbuat lebih baik.

Bentuk-Bentuk Utama dari Komunikasi Pemasaran
Pemasar modern memerlukan lebih dari sekedar mengembangkan produk yang baik, menetapkan harga yang menarik, dan membuatnya dapat terjangkau. Perusahaan juga harus berkomunikasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan sekarang dan yang akan datang, serta masyarakat umum. Setiap perusahaan mau tidak mau harus terjun sebagai komunikator dan promotor.

GITA SWARA FM: GITA SWARA FM:

UNDANG-UNDANG SIARAN RADIO DI INDONESIA DAN RADIO SWASTA



1.         Menurut UU Penyiaran nomor 32 tahun 2002 :
“Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran.
Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran. “
2.         Radio siaran merupakan komponen media komunikasi massa yang memiliki peran dan hubungan timbal balik dengan sejarah bangsa Indonesia. Dalam perkembangannya radio siaran tidak hanya harus memenuhi dan menciptakan selera public tapi juga punya peran di dalam membentuk opini serta control social. Di-awali oleh nuansa amatiran dilanjutkan dengan kuatnya posisi radio siaran sebagai sarana hiburan akhirnya berkembang memainkan peran cukup signifikan sebagai media massa.
Mengingat tidak mudah prasyarat untuk melanjutkan pengelolaan radio siaran swasta secara legal, dan begitu besar tuntutan fungsi peran radio siaran sebagai alat pendidik, penerangan, hiburan yang harus dijalankan dan akan terasa berat jika dipikul sendiri-sendiri, maka beberapa tokoh pengelola radio siaran swasta dikota-kota besar mengambil inisiatif membentuk wadah-organisasi lokal-regional, untuk memfasilitasi dan memperjuangkan kepentingan anggotanya, seperti berkoordinasi dengan Pemerintah, mengurus persyaratan perizinan dan penyesuaian ketentuan lainnya; sehingga lahirlah asosiasi seperti: Persatuan Radio Siaran Jakarta (PRSJ), Persatuan Broadcaster Bandung (PBB), Persatuan Radio Siaran Jawa Tengah (PRSJT), dan asosiasi sejenis di kota-kota besar lainnya.
Menyadari bahwa untuk pengembangan profesionalisme penyelenggaraan radio siaran swasta semakin kompleks; dan pembinaan melalui asosiasi tingkat lokal-regional secara sendiri-sendiripun menjadi tidak efektif, oleh sebab itu mulai difikirkan terbentuknya organisasi bersifat nasional. Maka atas prakarsa tokoh-tokoh Persatuan Radio Siaran Jakarta didukung tokoh-tokoh asosiasi atau tokoh radio siaran swasta berbagai daerah, digagas, dipersiapkan sampai berhasil diselenggarakan Kongres pertama Radio Siaran Swasta se-Indonesia yang melahirkan organisasi “Persatuan Radio Siaran Swasta Niaga Indonesia” disingkat PRSSNI di Balai Sidang Senayan Jakarta, pada tanggal 16-17 Desember 1974, dihadiri 227 orang peserta, mewakili 173 stasiun radio siaran swasta dari 34 kota di 12 provinsi saat itu. Pada Munas ke IV PRSSNI di Bandung tahun 1983, kata “Niaga” diganti “Nasional” sehingga menjadi PERSATUAN RADIO SIARAN SWASTA NASIONAL INDONESIA tetap disingkat PRSSNI.
Layaknya sebuah organisasi, PRSSNI memiliki Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Kode Etik/Standar Profesional Penyelenggaraan Radio Siaran, serta Program Umum. Memiliki perangkat organisasi, sistem dan mekanisme organisasi, yang pada setiap periode persidangan Munas tiga-tahunan diperbaharui, diselaraskan dengan kebutuhan.
PERTUMBUHAN RADIO SIARAN
Secara histories Radio Siaran Swasta telah melalui rangkaian perjalanan panjang penuh dinamika yang terlepas dari bagian sejarah perjalanan politik bangsa sejak tumbangnya orde lama. Pada awal kelahirannya, radio siaran swasta merupakan intensitas komunikasi bagi perjuangan mahasiswa dan pelajar ketika turut berperan menumbangkan rezim orde lama. Pada masa itu radio siaran masih disebut dan berstatus amatir bertebar dalam bentuk komunitas kampus.
Bahkan kalau kita mau jujur para aktivis yang berjuang lewat jalur komunikasi dan informasi dengan menggunakan perangkat radio pada awal kemerdekaan adalah berstatus amatir dan merupakan cikal bakal terbentuknya Radio Siaran Pemerintah dengan nama RRI setelah masa kemerdekaan.
Sepanjang Pemerintahan Orde Baru kehidupan RSS walaupun berkembang tapi penuh dengan keresahan dan tidak pernah mendapatkan perlindungan hokum karena undang-undang tentang penyiaran belum ada. RSS terus diawasi dengan dalih “Pembinaan..” keberadaan RSS pada masa lalu hanya berdasarkan PP No. 55 tahun 1970. yang semula dimaksudkan hanya sebagai pengatur kesemrawutan penggunaan frekuensi radio.
Dan ketika Orde Baru harus tumbang dirobokan arus reformasi, maka radio siaran juga tampil memainkan peranan sebagai komunikator masyarakat.
KARATERISTIK – FUNGSI & PERAN
Sebagai media masa, radio siaran mempunyai karakteristik yang tidak dipunyai oleh media lain :
1. Media siaran sangat fleksibel – murah dan tidak terbatas pada; gerak, ruang serta waktu
2. Memiliki kecepatan dan ketepatan didalam mencapai khalayak
3. Kemampuan yang tinggi didalam menghimpun dan membentuk opini massa
4. Tidak dapat dihempas dengan peniadaan material
5. Dapat dengan cepat menyesuaikan format siaran menurut kondisi serta situasi
6. Pendengar radio mencakup wilayah sangat luas dengan jumlah khalayak melampaui media manapun
FUNGSI :
Sebagai pemegang ranah publik (public domain) mempunyai fungsi utama sebagai:social control.
Fungsi lain dari radio siaran adalah :
1. Memenuhi rasa ingin tahu (sense of curiority) publik
2. Mengembangkan intelektual social dengan menawarkan gagasan kemajuan ( the idea of the progress)
3. Mengembangkan interaksi social
4. Mencegah terbentuknya masyarakat diam dan skeptis (society of sadentaries)
PERAN :
Sebagai pemegang public domain radio siaran mempunyai peran dan dituntut untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dalam bidang :
1. Informasi
2. Penerangan
3. Pendidikan
4. Hiburan
5. Dan dunia usaha
PARADIGMA BARU
Berangkat dari kondisi RSS yang kurang menguntungkan kebijakan politis masa lalu, kini RSS menyadari kelemahannya dan berupaya untuk bangkit mengatasi ketertinggalan. Secara bertahap memasuki babak baru denga ciri profesional menuju industri media radio.
Bila sebelumnya radio siaran bertumpu pada fungsi tunggal yaitu Hiburan, kini mulai mengkristal sekaligus paling sedikit lima kepentingan yaitu : Hiburan, informasi & penerangan, pendidikan, jurnalistik dan komersil. Era industri radio ini dikenal sebagai : Paradigma Baru Radio Siaran.
Menghadapi persaingan serta globalisasi, para pengelola hanya dihadapkan kepada dua pilihan : eksis atau tersingkir. Dan sejak sudah berfikir untuk memperoleh peluang yang bisa melanjutkan kelangsungan hidup RSS-nya. Para owner sudah ancang-ancang paling tidak berbenah mencapai tingkat standar. Bila sebelumnya tidak secara optimal memanfaatkan berbagai pelatihan dan penyuluhan sekarang sudah menyadari kekeliruan tersebut bahkan sekarang mulai nampak adanya usaha-usaha rekrutmen tenaga SDM siap pakai dikalangan radio siaran. Walau menunjukkan gejala kurang sehat, tapi menunjukkan bahwa dunia penyiaran di daerah ini akan berkembang sesuai dengan tuntutan jaman, baik dari segi manajemen teknologi maupun materi siaran.
Kita sudah dapat melihat pembangunan phisik masing-masing stasiun. Dan dapat pula mendengar riuhnya program-program jurnalistik dan interaktif yang disajikan. Karena paradigma itu sudah bergeser dari state approach kepada sociaty approach. Dengan demikian diharapkan, dunia usaha akan lebih percaya untuk menggunakan jasa radio siaran sebagai sarana promosi.
PELUANG DAN TANTANGAN
Peta politik Indonesia telah menggiring industri radio siaran swasta memasuki ambang babak ketiga di dalam kehidupannya. Babak pertama adalah ketika radio amatir muncul sebagai cikal bakal radio-radio siaran swasta pada pertengahan tahun 1960-an. Pembenahan yang kemudian dilakukan pemerintah sekitar awal tahun 1970-an, mendorong radio siaran swasta memasuki babak kedua. Ditandai dengan keluarnya ketentuan yang mengharuskan radio siaran swasta dikelola lembaga berbadan hukum. Di babak kedua inilah, kendati terjadi pasang surut, radio siaran swasta menjelma sebagai mesin bisnis. Pernah mencapai kejayaan ketika banyak dimanfaatkan sebagai medium iklan. Lalu surut lagi saat sebagian besar iklan mulai tersedot stasiun televisi swasta yang muncul di awal tahun 1990-an.

Memperhatikan fenomena pergeseran fungsi radio siaran swasta dari sekadar media hiburan, menjadi media informasi merupakan pertanda dimulainya babak ketiga. Diperkirakan untuk mempertinggi mutu produk siaran, beberapa diantaranya kemudian menjalin kerjasama pemberitaan dengan radio-radio luar negeri seperti BBC dan VOA. 
Peluang Menumbuhkan Bisnis Radio
Pada masa reformasi, bagi beberapa stasiun radio, krisis ekonomi membawa hikmah tersendiri. Tanpa berpromosi, iklan yang dicari datang sendiri.
Kemudian tumbuhlah bisnis baru di industri radio siaran, yaitu pemasok berita. Pilihan menjadi radio berita, memang belum dapat dipastikan mampu menopang sukses bisnis. Akan tetapi iklim kerja sebuah radio berita, cenderung menumbuhkan suasana kerja profesional. Suasana kerja inilah yang diharapkan kelak dapat mendorong sebuah radio beroperasi secara lebih profesional. Tidak bisa lagi sebuah radio hidup dengan sekadar asal siaran.
Di samping itu, saat ini terbuka peluang melakukan kerjasama dengan radio-radio luar negeri, seperti yang sudah dilakukan oleh banyak stasiun radio. Tentu saja tawaran itu bisa dipakai untuk menaikkan mutu isi siaran, terutama program berita. Selain itu, kerjasama ini bisa sekaligus dimanfaatkan untuk melakukan pertukaran pengalaman, dan pengetahuan bidang manajemen atau programming. Peluang lain yang tetap terbuka adalah memanfaatkan kerjasama dalam sebuah networking. Pilihannya tidak terbatas pada urusan pemasaran iklan atau pengelolaan operasional, namun bisa juga keduanya. Berikutnya tinggal menunggu lahirnya UU penyiaran baru. Kehadiran UU itu, diharapkan mampu menggerakkan bisnis radio ke arah yang lebih profesional sebagaimana layaknya sebuah lembaga penyiaran.


Namun tampaknya memang tidak mudah untuk bisa merebut peluang-peluang itu dengan segera. Masalahnya antara lain karena kondisi bisnis radio siaran saat ini tengah berada dalam masa transisi. Lantaran masih adanya dua kepentingan yang saling tarik ulur.  Pertama, keinginan kalangan radio menjadikan radio sebagai pers merdeka. Kedua, masih ada keinginan pemerintah, terutama di daerah, untuk menguasai pers.
Sampai di sini, ukuran bagi pendirian sebuah stasiun radio, memang bukan cuma masalah keterbatasan frekuensi. Sekali pun, soal frekuensi merupakan pintu masuk bagi setiap calon investor radio
Namun harus diakui, sumber daya manusia yang ada sekarang dan dimanfaatkan oleh kebanyakan radio siaran swasta, kurang mendukung stasiun radio mengubah formatnya menjadi radio berita dengan mudah. Jurnalisme radio menuntut kemampuan wartawan yang sedikit memiliki kelebihan khas dibanding jurnalis koran atau majalah. 
Sifat pemberitaan radio yang seketika, langsung mengudarakan tentang suatu peristiwa, dan sesaat pula diterima pendengar, menuntut tampilnya wartawan radio yang harus siap dengan informasi akurat. Akurasi informasi itu, harus bisa diperolehnya dalam rentang waktu yang relatif pendek. Jurnalisme radio memang tidak mengenal dan harus menghindari ralat. “Reporternya harus mampu bekerja dalam rentang menit dan detik,” kata Layla S. Mirza dari Radio Mara Bandung.
Menyadari perlunya tersedia SDM berkualitas di radio, termasuk untuk radio berita, sejak lama PRSSNI melakukan berbagai pelatihan jurnalistik radio. Tujuannya, tentu saja untuk menggeber kemampuan SDM radio dalam memproduksi berita. Lantaran banyak radio di daerah tak siap mengkreasi siaran berita sendiri. Alhasil, salah satu pilihannya adalah melakukan sindikasi dengan pemasok program berita –semacam kantor berita radio– yang kini telah muncul di sini. 
Di Jakarta, pemasok dimaksud antara lain adalah Kantor Berita 68H. Sejauh ini sekitar 111 stasiun radio telah mengakses berita yang dihimpun KBR 68H. “Radio pengakses mempunyai kewajiban untuk meliput di daerah masing-masing, selanjutnya berita itu diolah dan disalurkan. Dengan memanfaatkan jaringan satelit dan internet, berita politik, ekonomi, sosial maupun hukum dapat dikirim ke masing-masing radio. Sejauh ini berita yang diakses masing-masing radio masih diperhitungkan gratis. Berita disiarkan oleh KBR 68H sebanyak 8 kali dalam sehari.
Sebenarnya pola kerjasama pemberitaan telah pula dilakukan beberapa radio dengan surat kabar maupun televisi, karena keterikatan mereka di dalam sebuah grup usaha. Pro 2 FM misalnya, bekerjasama dengan Anteve, El Shinta dengan Indosiar, dan Radio Pelita Kasih dengan koran Suara Pembaruan. Jadi telah banyak contoh, bagaimana memanfaatkan pola kerjasama seperti itu untuk bisa mengawali pembentukan radio berita.
Memanfaatkan Networking
Alternatif lain untuk bisa menjaga eksistensi bisnis sebuah stasiun radio, adalah dengan memanfatkan networking. Melalui jaringan kerjasama ini, bisa ditangani mulai urusan program acara, penjualan iklan sampai manajemen operasional.
Pada era paradigma barunya, radio siaran dihadapkan pada berbagai peluang dan tantangan untuk melangkah lebih maju seiring dengan perkembangan dan kemajuan peradaban. Karena begitu sebuah radio siaran berhenti mengikuti perkembangan maka ia akan kehilangan moment untuk meraih peluang-peluang yang juga kian berkembang. Ada beberapa indikasi peluang yang bisa dimanfaatkan radio siaran antara lain :
1. Tingkat pertumbuhan ekonomi nasional dan global
2. Munculnya berbagai produk baru pesaing produk sejenis
3. Tingkat pertumbuhan perhotelan, plaza dan dunia pendidikan
4. Derasnya masuk produk luar terutama produk otomotive dan elektronika
5. Gejala kejenuihan pada airtime program iklan tv
6. Meningkatnya minat UKM untuk berpromosi
7. Kemajuan teknologi bidang komunikasi
8. Pemanfaatan era Otonomi Daerah.
Tapi besarnya peluang, diikuti juga oleh berbagai tantangan yang akan turut mewarnai dunia penyiaran, antara lain :
1. Makin ketatnya persaingan berebut kue iklan antar media
2. Tingginya tingkat pertumbuhan radio siaran baik oleh pemain baru atau dari kalangan sendiri yang muncul sebagai kanibalisme
3. Kian tingginya operasional cost
4. Gejala kurang sehat tentang recruitment SDM
5. Lambannya proses pemulihan daya beli masyarakat.
Menghadapi peluang dan tantangan masa depan ini sekarang terlihat apra broadcaster sedang berpacu dengan waktu untuk terus berbenah dan meningkatkan profesionalisme diberbagai bidang dan tingkat struktur pada radio masing-masing.
Sumber :
Menurut UU Penyiaran nomor 32 tahun 2002 :
“Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran.
Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran. “